Begitulah istilah lokalisasi yg berada di kawasan barat Bumi Roviga itu. Selayang sebuah sosok yg namanya tak mau di expos, menuturkan bahwa dulunya di Sulawesi Tengah khususnya di kota Palu terdapat beberapa kawasan yang menghalalkan cara hina ini. Meskipun sekelompok masyarakat ngotot untuk segera membubarkan komunitas itu, tak pernah menemui titik temu solusi terbaik dari pemerintah yang berkuasa saat itu. Keinginan masyarakat kaili yang tak mau negerinya dikotori para pelacur itu segera meluas ke tiap daerah sehingga menimbulkan keresahan orang-orang tua yang tak mau generasi mereka tercemari perbuatan dosa itu.
Masyarakat kaili sangat diresahkan dengan keberadaan lokalisasi-lokalisasi kecil itu, sementara para pedagang daging itu semakin menjamur dan meningkat tersebar dari pusat kota hingga ke pelosok desa. Satu kesalahan masyarakat pada saat itu, tak mau menyatukan pendapat bahwa lokalisasi-lokalisasi tersebut harus secepatnya dimusnahkan dari kota Palu. Ide-ide yang ada saling bertolak belakang satu sama lain, ada yang berpendapat bahwa mereka harus disatu lokasikan, ada pula yang berpendapat bahwa mereka harus dipulangkan ke daerahnya masing-masing, bahkan masyarakat ada yang berpendapat bahwa mereka harus dimusnahkan demi keselamatan bumi seluruhnya. Ide-ide ini pun hanya tersebar dari mulut ke mulut, ibarat periwayatan sebuah hadits yang punya sanad panjang, ironisnya belum lagi ide-ide itu menjadi sebuah aspirasi masyarakat di tubuh pemerintahan, masyarakat sudah saling memvonis bahwa ide merekalah yang lebih pantas, akibatnya ada sebagian masyarakat yang tak mau tau dengan hal-hal tersebut.
Tahun demi tahun, akhirnya pemerintah mengeluarkan sebuah keputusan rapat sepihak yang menginstruksikan bahwa semua lokalisasi –lokalisasi yang ada di kota Palu harus disatukan dengan alas an demi ketertiban dan lebih terorganisirnya komunitas itu. Hentak seorang Ustad yang mencoba berontak dengan keputusan itu, bergumam disaat pelaksanaan shalat Jum’at tepatnya di Masjid Raya kota Palu dengan kata-kata manis “Bagi siapa saja pemerintah yang mendukung disatukannya lokalisasi pelacuran di kota Palu, berarti ia adalah pemerintah yang bersifat binatang”. Pemerintah yang merasa tersinggung dengan ceramah sang Ustad, segera memblokir jam terbang Ustad, hingga saat ini Ustad tersebut tak pernah di undang untuk memberikan ceramah di Masjid Kebanggaan orang Kaili itu, sungguh terlalu….
Kini tempat-tempat pelacuran di pusat kota Palu, hampir tak terlihat di tengah-tengah indahnya kota Palu, namun seharusnya sebagai orang Palu yang punya Negara Kaili City merasa sedih, sebab kota Palu yang dikenal dengan Negara Tarekhat, dihiasi dengan Pusat Pondok Pesantren Al Khairat se dunia yang dipelopori oleh Ustad Tua, ternyata menghalalkan dan setuju dengan cara pelacur untuk menggais rezeki dari kepuasan hawa nafsu hingga mereka harus difasilitasi dengan lokalisasi yang lebih besar di tanah kaili, sebutlah ia Tondo Kiri yang juga akrab di sebut Alengka.
Masih ingatkah kita tentang tragedy 14 agustus 1968, Gempa 6,5 SR mengakibatkan Tsunami dengan ketinggian ombak 10 meter menghantam desa Tambu dan menelan korban 200 jiwa, tragedy mengharukan juga terjadi di Una-Una ketika Gunung Colo dengan status Gunung Api Soliter meletus pada 23 juli 1983 pukul 16.23 wita dan menyengsarakan 7000 jiwa yang terlunta-lunta. Masihkah kita mengatakan bahwa tragedy tersebut hanyalah pendewasaan alam atau proses hukum alam yang semetinya ?... masih percayakah kita tentang kebenaran Al-Qur’an yang mengatakan bahwa hal itu adalah akibat dari perbuatan manusia ?... jawablah dihati kita masing-masing.
Saat ini, Tondo Kiri lagi adem ayem alias tak pernah tergugat oleh siapa pun yang mungkin gerah dengan keberadaannya atau yang lebih senang berkunjung jika stress menghampiri. Sebagai Orang Daerah (To Kaili Mate), pernahkah kita berpikir satu saat daerah kita akan digoncang bencana besar akibat Tondo Kiri, atau pernahkah kita berpikir kota Palu akan tenggelam seperti Kasus Lapindo Sidoarjo dan sebagainya ?... jelas….satu saat itu pasti terjadi di kota kita jika penduduk kota Palu malah senang dengan keberadaan lokalisasi itu.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar